Dok. @Muafaelba |
Oleh: Pujiharti Romadhani*
Di tahun
akademik 2016/2017 ini, UIN Walisongo Semarang memberlakukan sistem
pembelajaran baru yaitu Rencana Pembelajaran Semester (RPS). RPS merupakan
aturan Standar Proses Pembelajaran yang tercantum pada peraturan Standar
Nasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Riset Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Salah satu
aspek terpenting dalam pemenuhan Standar Pendidikan Nasional ialah standar
proses pembelajaran. Hal ini sesuai dalam peraturan Kementrian Riset dan
TeknologiPendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) No. 44 tahun 2015 BAB II bagian
keempat mengenai Standar Proses Pembelajaran. Dalam bagian tersebut salah
satunya mencakup Perencanaan Proses Pembelajaran.Perencanaan Proses
Pembelajaran disusun bagi setiap Mata Kuliah dan disajikan dalam Rencana
Pembelajaran Semester (RPS).
RPS di dalam
Peraturan Kemenristek Dikti adalah kegiatan atau tindakan mengkoordinasikan
komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik) serta cara
menilainya menjadi jelas dan sistematis, sehingga proses belajar mengajar
selama satu semester menjadi efektif dan efisien. Pengertian tersebut dapat
ditarik kesimpulanbahwa sistem RPS saling berkait antara elemen pembelajaran
yang satu dengan yang lain untuk capaian pembelajaran (learning outcomes)
yang ditetapkan.
Sistem baru
ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi dosen UIN Walisongo dan mahasiswa.
Sebenarnya penyusunannya tidak jauh berbeda dengan Silabus, bedanya dosen harus
mampu menganalisis kebutuhan kampus dan mampu menyelaraskan dengan kebutuhan
kampus dan mahasiswa.
Jika
dibandingkan dengan Silabus, RPS lebih kompleks dalam memuat pencapaian
pembelajaran. Dimana ada muatan yang tidak terkandung dalam Silabus,
misalnya metode penilaian, tugas mahasiswa, metode pembelajaran. Muatan RPS
lebih terstruktur, terencana, dan terarah untuk mencapai Standarisasi.
Menumpuknya
Tugas Mahasiswa
Namun dengan
adanya sistem RPS ini dirasa sangat memberatkan mahasiswa (lihat Mahasiswa Keluhkan RPS). Hal ini karena tugas
yang ditanggungkan terhadap mahasiswa terlalu banyak. Akhirnya membuat
mahasiswa abai terhadap lingkungan sekitar, karena terlalu fokus mengerjakan
tugas. Bahkanada dosen yang memberikan tugashanya asal-asalan saja.Tugas itu
tidak bisa menumbuhkan pengetahuan kepada mahasiswa, tetapi hanya menyita
waktu. Misalnya tugas meresum materi yang hanya ditulis saja. Padahal tugas itu
rentan plagiarisme.
Mahasiswa
belajar bukan hanya dari tugas yang diberikan oleh dosen saja, ada pembelajaran
lain yaitu dari lingkungan sekitar. Karena lingkungan juga sangat berperan
penting dalam menambahpengetahuan mahasiswa. Pemikir pendidikan Islam, Ibnu
Kholdun dalam mukadimah menjelaskan bahwa ada tiga tingkatan keilmuan manusia.
Tingkat
pertama disebut akal tamyizi, yakni pemahaman intelektual manusia
terhadap segala yang ada di luar alam semesta dalam tatanan yang berubah-ubah,
dimaksudkan supaya dapat menyeleksi dengan kemampuan sendiri. Kedua, akal tajribi,
yakni pikiran yang melengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang
dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang lain. Terakhir, akal nadhari,
yakni kemampuan pikiran yang memungkinkan pengejawantahan ide dan ilmu dalam
bentuk baru.
Akal tamyizi
dapat diasah melalui berbagai sarana semisal, buku, film, kuliah, diskusi
dan sebagainya. Kemudian akal tajribi dapat terbentuk melalui
lingkungan, meliputi lingkungan fisik (alam), lingkungan gagasan (informasi),
dan lingkungan manusia (sosial). Setelah itu akal nadhari akan
menghasilkan sebuah penemuan atau gagasan baru yang berguna untuk masyarakat
dan negara.
Melalui
penjelasan Ibnu Kholdun ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa akal nadhari
akan terbentuk jika akal tajribi diberikan keluasan. Keberhasilan
tersebut dapat berupa gagasan atau ide baru yang pastinya berguna untuk
masyarakat dan negara. Tahapan tersebut dapat tercapai jika dosen tidak membuat
mahasiswa terlalu sibuk dengan tugas kuliah yang menumpuk. Mahasiswa akan
memperoleh ilmu-ilmu lain di luar perkuliahan, karena ruang lingkup
pembelajaran tidaklah hanya di balik dinding kelas saja, lingkungan sosial dan
masyarakat sangatlah penting untuk mengasah dan menambah wawasan mahasiswa.
Tentu ada
harapan besar dari Kemenristek Dikti melalui sistem RPS ini. Tapi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan perlu kerjasama antar dosen dan mahasiswa.
Dosen dalam hal ini memberikan penugasan yang tidak terlalu banyak dan sifat
tugasnya membangun kekritisan mahasiswa. Sedangkan mahasiswa juga harus pintar memanage
waktu untuk menyelesaikan tugas dosen dan tidak meninggalkan lingkungan sosial
sebagai pengasah akal tajribinya.
*Penulis kru LPM Frekuensi 2015
Lebih Dekat