Ilustrasi: Internet |
Oleh:
Fairly
Detik yang dulu telah berlalu,
Saat ini tengah bercerita,
Di bawah kubah angkasa,
Berbalut hawa dingin adri sejarah
Rincian kata yang tercecer
Di atas jalanan waktu
Satu persatu, kini terangkai
Lalu bersuara dalam nada yang bulat
Puluhan pasang mata, serta telinga
Yang waktu itu
bertanya,
Kini telah memahami arti dari diam,
Saat panas memaksa air mata menguap, waktu itu.
Dalam kalut,
Bayangan dan nyata terasa sama,
Namun, kini semua telinga bisa berkata
“Bayangan itu terlalu cantik untuk berias,
Jangan lupa tiap kepala punya hidung yang bisa melihat
dan berteriak!”
Ngaliyan, 13 Januari 2017
*Penulis, Kru Aktif LPM Frekuensi 2015
Lebih Dekat