Ilustrasi : Google |
"Segala
sesuatu dalam hidup terjadi karena sebuah alasan. Meski terkadang seseorang tidak mengerti alasannya, tetapi
percayalah bahwa alasan itu yang akan memberikan sebuah pelajaran".
Disabilitas erat kaitannya dengan kesehatan, baik secara fisik maupun
mental. Menurut World Health
Organization (WHO), difabel adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan,
baik itu yang bersifat fisiologis, psikologis maupun kelainan struktur atau
fungsi anatomis. Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997,
disabilitas bermakna seseorang yang termasuk ke dalam penyandang cacat fisik,
penyandang cacat mental, ataupun gabungan keduanya.
Data penyandang disabilitas dari Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2010 tercatat ada sekitar 9.046.000 jiwa atau 4,74 persen dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Indonesia, populasi penyandang
disabilitas pada tahun 2012 sebesar 2,45% atau sekitar 6.515.500 jiwa. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan penyandang
disabilitas harus diperhatikan oleh pemerintah, baik kebutuhan akan sandang
pangan maupun sarana prasarana.
Penyandang Disabilitas
Terabaikan
Oleh masyarakat
awam, seseorang yang menyandang disabilitas sering
disebut sebagai ‘penyandang cacat’. Karena kondisi tersebut, masyarakat sering menganggap mereka sebagai masyarakat yang tidak produktif dan tidak mampu menjalankan tugas serta tanggung
jawabnya sehingga hak-haknya pun terkadang diabaikan.
Hal lain yang membuat
para penyandang disabilitas menjadi kaum yang termarginalkan adalah ketika
mereka kerap kali terisolir dalam pergaulan sosial. Mereka merasa berbeda
dengan yang lain sehingga terkadang muncul perasaan minder dalam diri
mereka. Dalam dunia kerja, kebanyakan perusahaan mencantumkan syarat agar para
pelamar tidak cacat baik secara fisik maupun mental. Sebagai contoh, profesi
apoteker atau ahli kimia mencantumkan syarat bagi pelamar untuk tidak buta
warna. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan para penyandang disabilitas
merasa sebagai kaum yang tersisihkan dan tidak dipedulikan.
Pendidikan Menjadi Garis
Penghalang
Pendidikan merupakan sektor utama pembangunan
peradaban manusia. Pendidikan akan mencetak generasi penerus bangsa yang
berbudi luhur dan loyal terhadap negaranya sendiri. Indonesia memiliki Undang
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
kewajiban penyelenggaraan pendidikan khusus bagi dan setara penyandang
disabilitas.
Salah satu faktor yang membuat anak-anak penyandang
disabilitas tidak dapat menikmati pendidikan adalah rendahnya kesadaran orang
tua mereka terhadap pentingnya pendidikan formal di sekolah. Para orang tua
khawatir anaknya akan mendapatkan diskriminasi dari teman-teman barunya. Sarana
dan prasarana sekolah yang tidak menunjang juga menjadi faktor penting minimnya
anak penyandang disabilitas memperoleh pendidikan.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam seleksi
masuk perkuliahan banyak jurusan yang mencantumkan syarat-syarat khusus,
misalnya tidak tunarungu. Ini menunjukkan bahwa terkadang disabilitas tidak
mempunyai wadah untuk menyalurkan kreatifitasnya. Ketika mereka mempunyai
keinginan namun tidak ada yang mendukung dan memfasilitasi.
Menghadapi
berbagai macam tantangan tersebut, para penyandang disabilitas sendiri tidak
pernah berhenti untuk terus bekerja dan berkarya. Karena mereka yakin bahwa
kekurangan bukan menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas dan menyalurkan
kreatifitas. Hal tersebut sejalan ketika melihat pada beberapa orang yang
dengan keterbatasannya dapat melakukan aktivitas di luar dugaan. Misalnya Steve
Wonder, seorang penyanyi terkenal yang terlahir dalam keadaan buta.
Kebebasan Berkreasi Tanpa
Diskriminasi
Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Sosial, memberi program untuk terus mengembangkan dan memelihara
kesejahteraan sosial kaum disabilitas ini. Program tersebut diantaranya:
1.
Rehabilitasi
Sosial Berbasi Institusi dan Non-Institusi
2.
Rehabilitasi
Berbasis Keluarga/Masyarakat (RBM)
3.
Bantuan Sosial
bagi Organisasi Sosial yang bergerak di bidang Disabilitas
4.
Bantuan Tanggap
Darurat Bantuan Tanggap Darurat serta Jaminan
Sosial
Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) sebagai organisasi dunia yang menangani masalah dalam
segala aspek, juga menetapkan tanggal 3 Desember sebagai Hari Penyandang Cacat
Sedunia atau Hari Penyandang Disabilitas Sedunia. Penetapan ini merupakan
bentuk penghargaan terhadap peran, jasa dan kemampuan para penyandang disabilitas
kepada masyarakat dunia.
Kedepannya,
melalui serangkaian program yang dicanangkan oleh pemerintah diharapkan para
penyandang disabilitas, khususnya di Indonesia, dapat merasakan kebebasan
beraktivitas sesuai dengan keinginan, kemampuan serta kreativitas yang mereka
miliki tanpa ada perbedaan serta diskriminasi. Karena sejatinya setiap manusia
dilahirkan untuk menjadi bagian dari kehidupan dunia dengan berbagai macam
kondisi yang dimiliki, yang mana merupakan anugerah terbaik yang Tuhan telah
berikan.
Oleh Risna
Ardiany
Kru LPM Frekuensi
Lebih Dekat