Foto/ google.com |
Judul : Sang Alkemis
Pengarang : Paulo Coelho
Penerjemah : Tanti Lesmana
Cetakan : ke-13, Juni 2012
ISBN :
978-979-22-8520-8
Peresensi : Zakiyatur Rosidah
Apakah
anda punya cita-cita? Kemungkinan besar jawabannya iya, punya. Namun pernahkah
anda berpikir bagaimana caranya menggapai cita-cita anda? tak usah risau, jika
belum mari belajar pada Santiago.
Santiago
merupakan penggembala dari sebuah kampung kecil di Andalusia. Ayahnya
menginginkan Santiago agar jadi Pastur. Itulah sebabnya ia dikirim ke sebuah seminari. Namun, sejak kecil rasa
ingin tahunya sangat tinggi. Ia ingin segalanya tentang dunia daripada menuruti
keinginan ayahnya lalu mempelajari dosa-dosa besar manusia.
Mulanya,
ia gemar melihat kastil-kastil yang indah di luar kampungnya. Oleh karena
hasrat tersebut, ia ingin bepergian ke luar kampung. Namun sang
Ayah selalu berdalih bahwasanya kampungnya adalah tempat terindah. Semua
tersedia di sana. Jadi tidak ada gunanya bepergian.
Namun,
iming-iming dari ayahnya tersebut tidak bisa mengurungkan niat Santiago untuk
bepergian. Maka, berkelanalah ia untuk mewujudkan mimpi. Dari Spanyol, ia
menyeberang ke Maroko lalu mendatangi piramida di Mesir. Ia sempat bertemu
banyak kafilah lalu bertemu dengan Sang Alkemis yang ia idam-idamkan. Namun
pada akhirnya, setelah ia melintasi banyak kota, bertemu
banyak orang, mengalami berbagai macam peristiwa, sampailah ia di suatu tempat yang
sangat ia kenali; kampungnya sendiri.
Banyak
yang mengklasifikasikan buku Sang Alkemis karya Paulo Coelho ini buku
motivasi. Penggolongan itu bukan tak berdasar. Bukunya memang berisi hal-hal
yang positif; dorongan untuk terus berkembang, berani dalam mengambil risiko,
cepat dalam mengambil keputusan, dan masih banyak lagi muatan
positif lainnya. Tak hanya Sang Alkemis, beberapa karya Paulo Coelho yang lain
seperti Ziarah, Seperti Sungai yang Mengalir, dan Sebelas Menit, pun
isinya sama; inspiratif dan sarat akan perenungan-perenungan.
Bahkan
banyak quote yang mungkin sering kita dengar dari mulut-mulut motivator,
atau kalimat yang senada. Misalnya, “Saat kita menginginkan sesuatu, segenap
alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya.” “Ada satu hal yang membuat mimpi
tidak bisa diraih: perasaan takut gagal.”, “jangan pernah berhenti bermimpi!”. Dan masih
banyak lagi kalimat serupa.
Jujur, peresensi
tidak suka buku motivasi sebab penyederhanannya pada masalah-masalah. Buku
motivasi cenderung memandang hidup sebagai suatu yang sangat mudah dijalani.
Pun, buku motivasi lebih mengarah kepada ikhtiar pemenuhan ekonomi
semata, dan bersifat duniawi sehingga berjejalan dengan
petuah-petuah menggurui.
Namun, agaknya
Sang Alkemis tidak demikian. Penceritaan Paulo Coelho sangat apik karena
membaluti kisah perjalanan dengan plot
yang unik. Pengembaraan Santiago bersifat spiritual, jauh dari pengayaan soal
materi, namun lebih kepada pengayaan jiwa.
Dalam
pengembaraannya, Sang tokoh utama bertemu dengan banyak orang dengan karakter
yang berbeda-beda. Ia pernah bekerja dengan lelaki tua cum muslim yang saleh
pedagang kristal di Tangier. Lelaki tua itu megenalkan Santiago pada lima rukun
Islam, salah satunya berkunjung ke Mekkah. Suatu ketika Santiago bertanya
kepada lelaki tentang alasannya tak kunjung pergi ke Mekkah. Lelaki itu
menjawab, “karena saya takut jika impian saya terpenuhi, saya tidak lagi
mempunyai semangat hidup,” tuturnya.
Perjumpaan
semacam itu banyak kita jumpai di buku ini. Bukan hanya dengan manusia, namun
dengan beragam peristiwa, bahkan dengan Tuhan. Satu lagi peristiwa yang sangat
menarik yakni ketika Santiago sedang di oasis yang terhampar luas. Ia berjumpa
Sang Alkemis dan Fatima, dua sosok yang sedang ia cari. Namun perjalanannya
sempat terhambat karena terjadi peperangan
–peperangan yang disebut Sang Alkemis sebagai cara membentuk
keseimbangan dunia, dan oleh sebab itulah Tuhan berada di kedua belah pihak
untuk berperang.
Dialog
dan penggambaran latarnya berisikan kearifan yang sangat kaya dan membentangkan
pengetahuan secara luas. Dari situ kita bisa mendapat pelajaran yang amat
berharga; alam, suara burung, oase, badai gurun, bintang-bintang mengisyaratkan
arah kehidupan.
Santiago
adalah seorang yang keluar dari kampungnya, sejenak meninggalkan
tradisinya untuk mengetahui bahan menyelami tradisi lain. Alhasil tradisinya
dan tradisi orang lain pun semakin kaya karena proses belajarnya dengan banyak
orang dan banyak kejadian.
Memang
suara hatinya membawa ia bepergian sangat jauh. Tapi pada akhirnya Santiago kembali
ke kampung. Di sini, agaknya kita menemukan satu term yang kekal dalam
sebuah perjalanan spiritual; yang dicari ternyata ada di dalam rumah, di dalam
diri kita sendiri.
Lebih Dekat