Ilustrasi: google.com
“Ketika
kebencian merajalela, kedengkian meningkat, dan fanatisme terhadap agama
memuncak, Cak Rusdi hadir membagikan kisah-kisah yang tak hanya menyejukkan
hati melainkan mengajak manusia untuk berserah diri kepada-Nya”.
Begitulah
kalimat yang tertulis di sampul belakang buku berjudul Laki-Laki yang Tak
Berhenti Menangis karya Rusdi Mathari. Buku ini memuat 23 kisah Islami yang
berisi refleksi dan pemahaman mengenai Islam rahmatan lil’alamin,
santun, dan lembut. Hal yang perlu direnungkan terutama karena Islam sekarang
sering kali disampaikan dengan nada-nada kelewat keras, sehingga terkesan
menakutkan. Padahal, Islam tidaklah demikian, Islam mengajarkan segala sesuatu
dengan santun dan kelembutan, sama seperti bagaimana cara Rasulullah saw dalam
menyampaikan dakwah, yaitu dengan lembut, santun, dan tidak ada unsur paksaan.
Buku Laki-Laki
yang Tak Berhenti Menangis merupakan karya kelimanya, setelah sukses dengan
Aleppo (EA Books, 2016); Merasa Pintar, Bodoh Saja Tidak Punya
(Buku Mojok, 2016); Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam (Buku Mojok,
2016); dan Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan (Buku Mojok, 2018).
Cak Rusdi sapaan akrabnya, kembali
menghadirkan kisah inspiratif bernuansa agama yang pembahasannya tidak kaku dan
mudah dipahami. Seperti halnya buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tidak Punya.
Cak Dlahom sebagai pusat utama pada cerita buku tersebut memberikan gambaran
mengenai Islam, bahwa Islam tidak hanya sekadar mengatur urusan manusia dengan
Allah swt saja, namun segala urusan dengan sesama manusia seperti menghormati
hak orang lain, tolong-menolong, dan menebar kasih sayang adalah Islam.
Pada kedua buku; Merasa Pintar,
Bodoh Saja Tak Punya dan Laki-Laki yang Tak Berhenti Menangis terdapat
bahasan kisah yang sama, yaitu soal fitnah. Dimana fitnah bekerja seperti isi
bantal yang telah beterbangan ke mana-mana dan sulit untuk dikembalikan seperti
sediakala.
Pada buku pertama mengisahkan
soal fitnah yang diceritakan lewat Cak Dlahom dan Romlah yang disangka-sangka sebagai
pasangan calon suami-istri oleh para warga di kampungnya karena sering berdua-duaan,
namun pada kenyataannya tidak demikian. Cak Dlahom adalah ayah kandung Romlah.
Terkait fitnah, Cak Rusdi
kembali menceritakan lewat kisah Abu Nawas pada buku Laki-Laki yang Tak
Berhenti Menangis. Menceritakan tentang seorang pemuda yang meminta maaf
kepada Abu Nawas karena sudah memfitnahnya. Abu Nawas memaafkan pemuda itu,
tetapi dengan dua syarat. Pertama, si pemuda diminta mengoyak dan mengeluarkan
seluruh isi bantal. Kedua, si pemuda diminta untuk memungut isi bantal dan
memasukkannya kembali. Sudah dipastikan
bahwa pemuda itu tidak dapat memungut isi bantal, karena semakin lama ia
memungut, semakin banyak isi bantal yang tak bisa ia masukkan. Begitulah fitnah
bekerja, diibaratkan isi bantal yang sudah tersebar dan sulit untuk disatukan
lagi, biarpun berkali-kali meminta maaf tetap saja tidak akan mampu
mengembalikan muruah orang yang difitnah seperti sediakala.
Rupa setiap makhluk berbeda
Allah menciptakan makhluk hidup dengan rupa
yang beraneka ragam. Perbedaan yang diciptakan oleh-Nya mengajarkan kita untuk
dapat memiliki sikap saling menghargai. Kisah Kambing yang menceritakan
penghinaan terhadap rupa kambing yang aneh. Itulah kambing istimewa: berkaki
lima, bermata tiga, dan mulutnya mencong. Nabi Nuh tak bisa menahan diri untuk
tidak tertawa. “Jelek banget sih kamu kambing. Kakimu ada lima, matamu tiga,
mulutmu mencong.” Begitulah kira-kira yang terucap dari mulut Nuh. Lalu si
kambing bersuara layaknya manusia, “Hai Nuh, rupaku memang jelek, dan menurutmu
aku mungkin juga makhluk tidak berguna. Tidak bisa berbuat apa-apa sepertimu,
tapi apakah kamu lupa wahai manusia berguna?”
“Lupa tentang apa?”
“Penciptamu dan penciptaku
sama.” (Rusdi, 2019: 74)
Buku setebal 115 halaman yang
membahas mengenai kisah-kisah Islami merupakan bagian dari refleksi diri sebagai
seorang manusia. Kisah-kisah yang diangkat Cak Rusdi pun sangat mencerminkan
kondisi kehidupan saat ini seperti pada kisah Gereja. Mengisahkan
tentang pengeboman Israel terhadap masyarakat Gaza, dan membunuh ratusan orang
Palestina termasuk warga Kristen. Pada kisah Gereja mengingatkan kita
pada peristiwa Bom Bunuh Diri, yang terjadi satu tahun silam, pada 13-14 Mei
2018 di Surabaya, Jawa Timur. Tiga Gereja yang terkena ledakan, diantaranya di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen
Indonesia (GKI) Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat
Sawahan. Mengingat kembali kejadian tersebut sangat menyedihkan. Apalagi pelaku
dari bom bunuh diri tersebut adalah orang Islam, sehingga banyak sangkaan dari
orang barat bahwa terorisme identik dengan orang Islam. Hal tersebut sangat
memprihatinkan, Islam tidak mengajarkan kekerasan. Islam mengajarkan
kelembutan, seperti yang diajarkan Rasulullah untuk bersikap lemah lembut dan
tidak pendendam terhadap sesama makhluk ciptaan Allah.
Seharusnya
kita sebagai muslim sejati, tidak hanya menjalankan syari’atnya saja sebagai
orang Islam, tetapi ikut meneladani akhlak Rasulullah saw. Islam adalah
agama yang rahmatan lil’alamin artinya Islam memberikan berkah atau rahmat untuk seluruh
alam, termasuk manusia baik yang seiman maupun tidak. Islam adalah agama yang
membenarkan ajaran-ajaran Taurat, Zabur, dan Injil. Tak ada satu kata pun di
redaksi Alquran dan hadis Rasulullah yang memerintahkan, menyarankan, atau
menyerukan kepada orang-orang beriman untuk merusak dan menghancurkan tempat
ibadah apalagi gereja dengan dalih apa pun (Rusdi, 2019: 25).
Begitulah sekilas kisah yang diceritakan
Cak Rusdi pada buku karya kelimanya. Ditulis dengan gaya bahasa yang santai dan
tidak kaku. Walaupun pembahasannya menyoal agama. Penuturan Cak Rusdi begitu
lancar, membuat pembaca mudah memahami buku yang bernuansa agama tersebut.
Cerita yang dihadirkan seakan memberi imbauan kepada pembaca untuk merefleksikan
diri sebagai seorang manusia. Buku karya Cak
Rusdi ini sangat cocok untuk dibaca semua orang, baik mahasiswa, anak
sekolahan, maupun masyarakat umum lainnya. Tabik.
Judul Buku :
Laki-Laki yang Tak Berhenti Menangis
Penulis :
Rusdi Mathari
Penerbit : Buku Mojok
ISBN :
978-602-1318-80-5
Dimensi :
13 x 19 cm
Tebal :
viii + 115 halaman
Cetakan Pertama :
Januari 2019
Peresensi : Elly Dwi Yulianti
0 Komentar